Cari Blog Ini

BELAJAR MENERIMA RANGKAIAN TAKDIR


 


MUHASABAH


Saudaraku,

Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Terkadang kita sulit menerima takdir yang menimpa diri kita, apalagi jika takdir itu berupa kesulitan atau kegagalan… sesuatu yang tidak kita harapkan terjadi pada diri kita… sesuatu yang menurut pemahaman kita tidak baik buat kita. Pada saat itu, seringnya kita lupa bahwa Allah Sang Pencipta takdir… Sang Pencipta kita… Pastilah lebih tahu apa yang terbaik buat ciptaan-Nya. Kita lupa, Allah Azza wa Jalla telah berjanji bahwa tidak akan membebankan ujian kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya… _Laa yukalifuLLahu nafsan 'illa wus’aha..._


Perjalanan kehidupan manusia tidaklah selalu sesuai diharapkan, terkadang seorang manusia harus melewati jalan terjal setelah beberapa waktu menikmati jalan yang landai. Hari-harinya pun terkadang gembira, namun sewaktu-waktu ia dihampiri rasa sedih, duka dan nestapa, inilah tabiat kehidupan. Tak ada yang dapat mengelak dari kenyataan ini, Allah Azza wa Jalla berfirman,


لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ


“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” 


(QS. Al-Balad: 4)


Di antara kesedihan yang banyak menimpa manusia adalah kondisi di mana seseorang mendapatkan sesuatu yang tidak diharapkannya. Banyak orang yang berusaha menggapai sesuatu yang kelihatannya baik, ia mati-matian mendapatkannya dan mengorbankan apapun yang ia miliki demi terwujudnya impian itu. Tetapi tanpa disadari hal itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ketika hal seperti ini terjadi, tak sedikit orang yang menyalahkan pihak lain, bahkan Allah Azza wa Jalla, Rabb yang mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya pun tak luput untuk disalahkan. Orang-orang seperti ini, hendaknya mengingat sebuah firman Allah Azza wa Jalla,


وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ


“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” 


(QS. Al-Baqarah: 216)


Ayat ini merupakan kaidah yang agung, kaidah yang memiliki hubungan erat dengan salah satu prinsip keimanan, yaitu iman kepada qadha dan qadar...


Inti dari semua ini adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang penyair,


عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَسْعَى إِلَى الْخَيْرِ جُهْدَهُ

وَلَيْسَ عَلَيْهِ أَنْ تَتِمَّ الْمَقَاصِدُ


"Seseorang seharusnya berusaha sekuat tenaganya mendapatkan kebaikan. Tetapi, ia tidak akan bisa menetapkan keberhasilannya."


Segala sesuatu yang terjadi pada seorang Mukmin dan hal tersebut tidak sesuai dari apa yang diharapkannya adalah salah satu bentuk kasih sayang-Nya. Ujian itu hadir dengan tujuan menuntut mereka menuju kesempurnaan diri dan kesempurnaan kenikmatan-Nya. Jangan buru-buru mencela musibah yang Allah Azza wa Jalla berikan, yakinlah ketetapan Allah Azza wa Jalla adalah yang terbaik. Allah Azza wa Jalla juga berfirman,


فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا


“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” 


(QS. An-Nisa’: 19)


Saudaraku,

Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dengan kehendak Allah Azza wa Jalla. Hidup merupakan rangkaian usaha demi usaha, sambungan ikhtiar demi ikhtiar. Namun ujung dari usaha dan puncak ikhtiar tidak selalu berhubungan langsung dengan kesuksesan dan keberhasilan. Ada simpul lain yang menghubungkan dengan keberhasilan, yaitu kehendak Allah Azza wa Jalla. Simpul yang tidak diketahui oleh manusia, yang gelap bagi kita semua, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahuinya (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok...


Pada setiap usaha yang kita lakukan, kita harus melakukan segala sesuatu dengan baik, profesional, tertib, dan penuh semangat. Pada wilayah yang gelap, usaha kita adalah: berdoa, berharap, dan bertawakal kepada Allah Azza wa Jalla. Dalam setiap ikhtiar yang kita usahakan, harus kita tutup kalkulasi optimisme dengan kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan.’


Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Bagi seorang Mukmin, kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan’ bukan hanya masalah kebergantungan, tapi juga merupakan buah dari pemahamannya terhadap prinsip aqidah Islam… tempat menyandarkan seluruh pengharapan kita. Dari sinilah tumbuh energi tawakal, kepasrahan yang tidak berakhir dengan putus asa, namun pengharapan atas kehendak Allah Azza wa Jalla yang baik atas dirinya dengan senantiasa memilih jalan yang layak, menata segala upayanya, lalu memohon kesuksesan kepada Allah Azza wa Jalla...


Kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan’ membuat kita menjadi lebih bijak menyikapi takdir yang menimpa diri kita. Kita akan lebih bisa memaknai setiap takdir yang menimpa kita dengan meyakini di balik semua ini, pasti ada hikmahnya. Tidak larut dalam penyesalan yang mendalam… tidak larut dalam perasaan bersalah atas setiap keputusan yang diambilnya… tidak larut menyalahkan takdir, di balik semua ini pasti ada hikmahnya...


Yakinlah bahwa setiap takdir Allah Azza wa Jalla untuk kita selalu baik, apapun bentuk takdir itu. Takdir yang baik, tentu baik untuk kita. Takdir yang nampak tidak menguntungkan buat kita, ternyata ada kebaikan yang Allah Azza wa Jalla ’paksakan’ untuk kita yang tidak kita sadari saat itu. Yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla mengetahui pilihan yang terbaik untuk kita…


Saudaraku,

Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Boleh jadi, rangkaian takdir yang menimpa diri kita merupakan tangga untuk mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla akan senantiasa menguji semua hamba-Nya hingga terlihat siapa yang paling berhak mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Ujian diberikan untuk memilih yang terbaik untuk mendapatkan tempat yang terbaik. Perlu stamina yang kuat dan persiapan yang baik untuk dapat menyelesaikan segala bentuk ujian...


Saudaraku,

Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah buah dari pohon-pohon dosa kita. Dosa-dosa kecil yang kita abaikan dari mohon ampunan-Nya… yang kita semai dan kita tumbuh suburkan… akan menghasilkan buah yang akan kita petik hasilnya...


Jika musibah datang beruntun, kegagalan terus menghantui kita, sudah saatnya kita bercermin dan mengoreksi diri. Kotoran atau coreng-moreng apa yang telah menodai perjalanan hidup kita? Dosa apa yang telah kita lakukan sehingga menghalangi kita mencapai kesuksesan? Setelah itu hapuslah kotoran dan coreng-moreng itu dengan taubat dan istighfar...


Ibnu Qayyim menasihati:

"Jika engkau dalam kenikmatan, peliharalah kenikmatan itu, sesungguhnya kemaksiatan bisa menghilangkan kenikmatan… dan ikatlah kenikmatan dengan taat kepada Tuhanmu, karena Tuhanmu Maha Cepat pembalasan-Nya…


Kenikmatan yang hilang dan berubah menjadi kegagalan merupakan ’buah karya’ kita sendiri. ”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” 


(QS. Asy-syura: 30)


Saudaraku,

Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah harga wajib untuk mencapai kesuksesan lain. Ketika di awal usaha kita, kita tidak mendapatkan hasil yang kita inginkan, bahkan gagal mendapatkannya, bisa jadi Allah Azza wa Jalla mempunyai rencana bagi kita untuk memilih usaha lain yang akan mendatangkan hasil yang lebih baik. Kegagalan merupakan langkah untuk mencapai kesuksesan, jika kita terus berusaha dan berdoa... 


Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan lampu kuning pengingat, agar kita lebih banyak bercermin diri bermuhasabah. Mungkin sebelum musibah menimpa kita, kita sedang lupa dengan cermin tempat hati mengoreksi diri. Apakah ada goresan-goresan atau titik-titik yang mengotori hati kita. Musibah, kegagalan, kesulitan hidup bisa menjadi pengingat bahwa kita harus banyak bercermin diri, mengoreksi diri bahwa dosa kita sudah cukup mengkhawatirkan sehingga Allah Azza wa Jalla memberi peringatan dan teguran kepada kita. Sebelum Allah Azza wa Jalla melanjutkan dengan siksa dan azab-Nya, segeralah bertaubat... 


Saudaraku,

Belajarlah menerima rangkaian takdir yang menimpa diri kita. Sebelum kita jauh melangkah, sebelum kita menentukan pilihan, mohonlah petunjuk kepada-Nya seraya berdoa,


Ya Allah, aku mohon pilihan-Mu menurut pengetahuan-Mu

dan aku mohon dengan kekuasaan-Mu, dan aku mohon karunia-Mu yang Agung...


Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Kuasa dan aku tidak berkuasa...


Engkau Yang Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha Mengetahui segala hal yang ghaib...


Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusanku ini baik bagiku, di dalam agamaku dan hidupku, serta baik akibatnya bagiku (di masa sekarang atau masa yang akan datang), maka kuasakanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku, kemudian berkahilah untukku; dan apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini tidak baik bagiku, di dalam agamaku dan hidupku, serta akibatnya bagiku (di masa sekarang dan masa yang akan datang), maka jauhkanlah urusan ini dariku dan jauhkanlah aku dari urusan ini, dan tentukanlah yang baik untukku di manapun aku berada, kemudian ridhailah aku dengan kebaikan itu…


Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa ridha atas rangkaian takdir yang telah ditetapkan Allah Azza wa Jalla untuk meraih ridha-Nya...

Aamiin Ya Rabb.


_Wallahua'lam bishawab_

Posting Komentar

0 Komentar