Cari Blog Ini

Tanya Jawab Zakat

 


Tanya Jawab Seputar ZAKAT dan ZAKAT MAAL


1. Tanya :

Apakah syarat wajib zakat maal ? 


Jawab :

1. Islam

2. Merdeka

3. Berakal dan baligh

4. Hartanya memenuhi nisab


2. Tanya :

Berapa nisab zakat maal untuk harta baik tabungan atau dagangan dan cara menghitungnya ? 


Jawab :

Untuk harta tabungan pribadi dan harta dagangan sebesar 85gr emas atau setara 85.000.000 (asumsi harga emas Rp1.000.000) 


Tabungan= 2,5% x jumlah tabungan


Harta dagangan = 2,5% x (Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan - hutang - kerugian)


3. Tanya :

Apakah rumah atau mobil mewah wajib dihitung sebagai harta yang dizakatkan? 


Jawab :

Hukum asal rumah mewah dan mobil mewah yang tujuan kepemilikannya untuk dipakai sendiri tidak terkena zakat. Namun bila seseorang yang memiliki harta itu bertujuan untuk membisniskannya (jual beli untuk keuntungan) maka wajib dizakati setiap tahun.


4. Tanya :

Apakah rumah atau properti lainnya yang disewakan wajib dizakati ? 


Jawab :

Rumah maupun properti lainnya yang disewakan, tidak dizakati nilai fisiknya. Namun yang dizakati adalah hasil sewanya. Dalam keputusan Majma’ Fiqh Islami tentang zakat sewa tanah.


Properti yang disewakan, wajib dizakati nilai sewanya saja dan bukan nilai fisiknya. (Qarar Majma’ al-Fiqhi al-Islami, muktamat ke-11, Rajab 1409 H). 


5. Tanya :

Bolehkah zakat maal di berikan dalam bentuk selain uang seperti sembako? 


Jawab :

Zakat Maal haruslah dalam bentuk asal harta tersebut atau nilainya, yaitu dalam bentuk uang. Tidak boleh dirupakan dalam bentuk barang, makanan, pakaian, atau selainnya. Jika terdapat fakir atau miskin yang memang tidak bermanfaat jika diberi uang, misal karena dia gila, atau mengalami keterbelakangan mental, sehingga jika diberi uang kurang bermanfaat baginya, atau malah menimbulkan mafsadat, maka saat itu boleh diberikan benda yang paling dia butuhkan.


6. Tanya :

Dan apa harus di ucapkan kalau ini dana zakat? 


Jawab :

Jika kamu menyerahkan zakat kepada orang yang kamu yakini dia berhak menerima, dengan niat zakat, maka ini menjadi zakat yang sah. Kami berharap semoga diterima oleh Allah Ta’ala. Dan anda tidak harus memberi tahukan kepada penerima bahwa itu zakat.

(Fatwa Lajnah Daimah, no. 11241) 


Sekali lagi, ini berlaku jika penerima adalah orang yang kita yakini sebagai pihak yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin atau lainnya.


Sementra jika ini dititipkan ke lembaga atau yayasan penampung zakat, kita harus memberi tahu. Agar petugas bisa menyalurkannya ke sasaran yang benar. 


7. Tanya :

Siapa saja penerima zakat? 


Jawab :

1. Fakir (Fakir adalah orang yang tidak punya apa-apa atau punya sedikit kecukupan tapi kurang dari setengahnya)

2. Miskin (orang yang mendapatkan setengah kecukupan atau lebih tapi tidak memadai)

3. Amil (pengurus zakat)_

4.Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya)

5. Riqab (hamba sahaya)_

6. Gharimin (orang-orang yang memiliki hutang di jalan Allah dan tidak sanggup_ membayarnya)

7. Fi sabilillah(orang yang berjuang dijalan Allah)

8. Ibnu sabil(Orang yang dalam perjalanan karena Allah yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya)


8. Tanya :

Bagaimana zakat maal yang dibagikan langsung ke anak-anak SMP dhuafa berupa uang tanpa melalui orang tuanya ? 


Jawab :

Jika memang anak SMP telah mumayyiz (akil baligh) dan termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat maka dibolehkan.


9. Tanya :

Apabila kita membayar zakat melalui panti asuhan yatim piatu apakah itu sah secara hukum Islam?  


Jawab :

Pada dasarnya, anak yatim tidak termasuk orang yang berhak menerima zakat. Akan tetapi bila anak yatim itu tidak mampu maka ia berhak menerima zakat. Jadi, yang menjadikan seorang anak yatim bisa menerima zakat bukan karena statusnya sebagai yatim, tapi sebagai orang yang tidak mampu.


10. Tanya :

Apakah boleh seseorang menyalurkan zakat untuk kakek kandung, nenek kandung, orang tuanya, istri, anak, atau cucunya?

Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan zakat untuk kedua orang tua kandung sampai ke atas (kakek dan nenek kandung) dan juga tidak boleh pula untuk anak-anaknya sampai ke bawah (cucu kandung). Bahkan kewajiban dia adalah memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika mereka butuh dan ia mampu untuk memberi nafkah. (Fatawa Al Mar-ah Al Muslimah, terbitan Darul Haytsam, cetakan pertama, 1423 H, hal. 168) 


Jawab :

Pada prinsipnya, zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang biaya hidupnya masih menjadi kewajiban/tanggungan muzaki._


11. Tanya :

Apakah boleh memberikan zakat kepada keluarga istri misalnya mertua, kakak ipar, atau adik ipar yang dipandang menjadi golongan penerima zakat? 


Jawab :

Memberikan zakat kepada mertua dan saudara ipar dibolehkan.


Dikarenakan mertua atau keluarga istri secara umum, bukan termasuk orang yang wajib dinafkahi oleh seorang suami. Meskipun dianjurkan bagi suami untuk memperhatikan keadaan keluarga istrinya, sebagai bentuk mu’asyarah bil maruf (melakukan interaksi yang baik) kepada istrinya.


12. Tanya :

Bolehkah seorang istri berzakat kepada suami sendiri yang termasuk golongan mustahik zakat? 


Jawab :

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, tidak ada masalah bagi wanita yang mengeluarkan zakat perhiasan atau zakat lainnya kepada suami yang fakir atau memiliki utang yang tidak mampu dilunasi. Jika harta cukup nishab maka wajib zakat. Atau tidak berdosa istri memberi zakatnya kepada orang yang bukan menjadi tanggungan nafkahnya termasuk suami. Jadi, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada suami dalam keadaan membutuhkan.


Menurut jumhur ulama, suami bukanlah tanggungan istri dalam mencari nafkah, sehingga diperbolehkan berzakat kepada suami yang fakir.


13. Tanya :

Apakah boleh zakat disalurkan kepada kakak dan adik kandung sendiri? 


Jawab :

Muzakki boleh menyerahkan zakatnya kepada selain yang wajib dinafkahi, maka dari itu penyerahan zakat kepada saudara laki atau perempuan yang kurang mampu dibolehkan. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama. Karena di sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi. 

(Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695).


14. Tanya :

Bolehkah memberikan zakat kepada paman, bibi, saudara kakek atau nenek atau keponakan ? 


Jawab :

Boleh dengan syarat kerabat tersebut bukan ermasuk orang yang wajib kita nafkahi. Jika kerabat tersebut termasuk orang yang wajib kita nafkahi, maka tidak boleh menerima zakat dari kita.


Boleh memberikan zakat maal kepada kerabat yang miskin. Bahkan memberikan zakat kepada kerabat, lebih diutamakan daripada memberikannya kepada orang lain.


Sesungguhnya zakat kepada orang miskin nilainya zakat (saja). Sedangkan zakat kepada kerabat, nilainya dua : zakat dan silaturahim.

(HR. Nasai, Dariri, Turmudzi, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani) 

Posting Komentar

0 Komentar